9/14/2014


Jalanan Bandung, tepatnya Dago terlihat lengang, hanya terlihat beberapa gerombolan motor yang masih nongkrong di pinggir jalan. Wuuuussshhhh suara itu terdengar dari sebuah mobil yang di kemudikan Joy dengan kencang.
            “Anj*ng” dia memaki sambil memukul setir.
Mengebut mungkin salah satu cara laki laki menunjukan emosi. Ketika rasa amarah mengendalikan diri, adrenalin bisa terpacu, mengemudi dengan kecepatan 100Km/Jam terasa begitu lamban.
            Tiga jam yang lalu, Joy memilih baju yang cocok untuk acara pesta ulang tahun Calista, teman SMAnya.
            “Aku jemput kamu ya, kamu udah siap kan?”
            “Ini lagi dandan kok, sebentar” Olive menjawab telepon Joy dengan menyelipkan handphone di leher dan pipi, lalu menutupnya.
            Di dunia ini sebenarnya ada berapa hal yang seharusnya tidak mudah kamu percaya :
1.      Lelaki yang terlalu banyak janji.
2.      Wanita yang kalau bilang dandan sebentar.
Tiga puluh menit kemudian, Joy yang sudah menunggu lama akhirnya melihat batang hidung Olive.
“Sebentar banget ya liv hehe” Joy dengan nada menyindir ke Olive.
“Hehehe” Olive hanya tersenyum sambil menutup pintu mobil dari dalam, lalu duduk.
“Jadi gimana, mau balikan gak?”
“Gimana yaa”
“Emang kalo masih saling sayang gak cukup ya buat balikan?”
“Enggak, masih perlu banyak pertimbangan”
“Emangnya kita lagi usaha dibidang marketing pake banyak pertimbangan segala. Cinta itu ya cukup sama sama sayang.”
“Kamu gak akan ngerti”
“Gimana mau ngerti kamunya aja gak pernah jelasin..”
Intinya, sepanjang jalan dari rumah Olive menuju pesta Calista, terjadi perdebatan tentang teori cinta dari orang yang berbeda.
            Olive adalah mantan Joy, namun sampai sekarang keduanya sama-sama cinta tapi berbeda cara. Joy memilih secara blak-blakan, sedangkan Olive memilih diem-dieman. Joy selalu berharap kalau mereka bisa balikan tanpa perlu banyak pertimbangan dan alasan, sedangkan Olive, dia bersitegas kalau cinta itu tidak boleh sembarang, dia belajar dari pengalamannya putus kemarin, cinta harus dipikirkan secara matang, baru dilaksanakan.
            Suasana pesta cukup megah, namun tamu yang datang tidak begitu banyak, karena hanya teman dekat saja yang diundang.
            “Haiii Olive, kamu cantik sekali” Calista melambaikan tangnannya kepada Olive.
            “Kamu lebih cantik lagi” kemudian mereka berpelukan dan cipika cipiki.
            “Eh, Joy apa kabar? Lama gak ketemu ya? Kamu kelihatan kurusan”
            “Emang iya? Perasaan kamu aja kali Cal”
            “Iya mungkin hahaha, yaudah kalian lanjutin aja yaa.. aku mau ajak ngobrol tamu yang lain” kemudian dia pergi meninggalkan Olive dan Joy yang sednag ngobrol di meja tamu.
            “Kamu pernah nonton tv lalu tiba-tiba siarannya dipindahin sama orang lain gara-gara remotnya gak kamu jaga gak Joy? Kata Olive.
            “Emmmm.. pernah sih emang kenapa?”
            “Terus gampang gak buat mindahin ke acara yang kamu pengen lagi kalo remotnya gak kamu pegang”
            “Emmmm.. susah sih, terus?”
            “Kita itu mirip kayak gitu”
            “Maksudnya? Emang kamu mirip remot?”
            “Bukan.. bukan itunya, hati aku udah dipegang orang lain”
            “Lah? Selama ini kamu bohong kalau masih sayang?”
            “Enggak, aku sayang sama dua orang yang berbeda”
            “Kok bisa? Sayang itu gak mungkin buat dua orang yang sama”
            “Bisa kok, yang gak bisa itu kalau aku milikin dua duanya.”
            “Terus, dia yang jadi pilihan kamu?”
            “Iyaa, kamu yang sekarang terlalu jauh buat aku joy”
            “Jaraknya? Jadi lagi lagi jarak?”
            “Lebih dari itu Joy, dunia kita.”
            “Terus cowok yang kamu bilang kamu cinta juga, siapa?”
            “Bisa dibilang, kamu yang “baru”
            “Maksudnya?”
            “Semua peran kamu dengan sempurna dia gantikan Joy”
            “Kamu memilih dia yang selalu ada ketimbang aku yang….” Belum sempat menyelesaikan ucapannya, Olive memotong.
            “Joy, sekarang aku menganggapmu sebagai seseorang yang selalu aku idamkan, namun dalam khayalan. Untuk sekarang dan masa depan nanti, kamu itu maya, tak lagi nyata. Walaupun kamu yang selalu aku tunggu dan harapkan, namun waktu itu tak kunjung tiba, hingga akhirnya seseorang datang dengan membawa cinta yang selalu ada”
            “……” Joy terdiam
            “Cinta yang kuat, akan kalah oleh cinta yang datang dalam waktu yang tepat”
            “Kamu tahu apa yang pahit di dunia ini?”
            “Kejujuran?”
            “Bukan”
            “Dikhianati, dibohongi?”
            “Bukan”
            “Lalu apa?”
            “Omongan kamu malam hari ini” kemudian Joy pergi meninggalkan Olive. Olive terdiam, bukan karena dia sudah tidak menginginkan Joy kembali, tapi dia bingung apa yang harus dia lakukan. Joy merasa hatinya kali ini seperti remuk, bubuk dan tak berbentuk.
            Emosinya labil, walaupun tidak mabuk dan tidak memiliki skill mengemudi sebaik Lewis Hamilton, dia memacu kendaraanya dengan sangat kencang, tanpa sadar ada seorang yang menyebrang jalan.
TIIIIDDDDDDDDDD
Suara keras dari klakson mobilnya, penyebrang itu kemudian lari terbirit, Joy mencoba mengerem mobilnya, namun bannya selip, mobilnya tidak seimbang dan akhirnya menabrak tiang.
            Joy tertunduk di setir mobil, darah mengucur dari kepalanya yang mengalami benturan keras. Warga, atau lebih tepatnya orang yang nongkrong di pinggir jalan berlari mencoba menolong Joy, namun sayang. Nafasnya sudah hilang, hembusan terakhirnya mungkin ketika kepalanya terbentur dengan keras.
            “Ini dengan Olive?”
            “Iya betul, ini siapa ya?”
            “Saya Andre, teman mbak, Joy tabrakan di daerah persimpangan McD Dago”
            “……. Sebentar pak, saya menuju saja” gelisah dan sedih terlihat dari rautan wajah Olive.
            Tujuh menit kemudian, Olive datang di TKP. Tubuh Joy sudah tidak ada, yang ada hanya kerumunan orang dan mobil yang dipakai Joy.
            “Pak, teman saya mana?” dengan nada gelisah, panic dan sedih dia bertanya pada seorang bapak-bapak di kerumunan.
            “Yang tabrakan? Jenazahnya dibawa ke RS Hasan Sadikin mbak”
            “Jenazah? Maksdunya?”
            “Dia tewas mbak”
            Olive berlari sambil menutup mulutnya dan air mata mengalir deras dari matanya menuju mobil, lalu mengendarainya menuju RS Hasan Sadikin.
            Ayah dan Ibu Joy belum datang, hanya ada seorang laki-laki menggunakan jaket kulit sedang menunggu Joy.
            “Mbak, kakaknya?”
            “Bukan, saya temannya.. bapak siapa?”
            “Mbak Olive? Saya yang nelpon mbak tadi, syukurlah mbak datang, saya bisa pulang. Ayah ibu mas Joy ini sedang dalam perjalanan, katanya terjebak macet di daerah buah batu, saya permisi dulu ya mbak, mbak yang tabah.”
            “Iya pak, terimakasih, hati hati di jalan”
            “Oh iya mbak, ini hape mas Joy” kemudian dia memberikan handphone iphone 6 yang masih baru, tanpa gores dan lecet.
            Olive membuka file-file, dan sms yang ada di hape itu. Di gallerinya terdapat foto mereka berdua ketika masih berpacarannya. Ada sebuah playlist yang isinya lagu-lagu yang pernah mereka dengarkan bersama. Air mata tak kuasa turun lagi.
            “Liv, sekarang apa yang kamu mau terwujud. Selamanya aku bakal jadi khayalan kamu, sekarang aku gak lagi nyata, dunia kita bener bener berbeda, alam kita beda. Omongan aku tadi yang kamu potong, aku lanjutin sekarang yaa, “walaupun aku gak selalu ada, tapi nama kamu selalu aku sebut dalam doa” sekarang, aku yang gak ada, buat selamanya, bagian aku yang namanya kamu sebut dalam do’a, bukan lagi untuk selalu ada disamping kamu, tapi untuk masuk surga”
            Suara itu terdengar samar-samar oleh Olive.

            Entah darimana asalnya. 

JALANAN BANDUNG


Jalanan Bandung, tepatnya Dago terlihat lengang, hanya terlihat beberapa gerombolan motor yang masih nongkrong di pinggir jalan. Wuuuussshhhh suara itu terdengar dari sebuah mobil yang di kemudikan Joy dengan kencang.
            “Anj*ng” dia memaki sambil memukul setir.
Mengebut mungkin salah satu cara laki laki menunjukan emosi. Ketika rasa amarah mengendalikan diri, adrenalin bisa terpacu, mengemudi dengan kecepatan 100Km/Jam terasa begitu lamban.
            Tiga jam yang lalu, Joy memilih baju yang cocok untuk acara pesta ulang tahun Calista, teman SMAnya.
            “Aku jemput kamu ya, kamu udah siap kan?”
            “Ini lagi dandan kok, sebentar” Olive menjawab telepon Joy dengan menyelipkan handphone di leher dan pipi, lalu menutupnya.
            Di dunia ini sebenarnya ada berapa hal yang seharusnya tidak mudah kamu percaya :
1.      Lelaki yang terlalu banyak janji.
2.      Wanita yang kalau bilang dandan sebentar.
Tiga puluh menit kemudian, Joy yang sudah menunggu lama akhirnya melihat batang hidung Olive.
“Sebentar banget ya liv hehe” Joy dengan nada menyindir ke Olive.
“Hehehe” Olive hanya tersenyum sambil menutup pintu mobil dari dalam, lalu duduk.
“Jadi gimana, mau balikan gak?”
“Gimana yaa”
“Emang kalo masih saling sayang gak cukup ya buat balikan?”
“Enggak, masih perlu banyak pertimbangan”
“Emangnya kita lagi usaha dibidang marketing pake banyak pertimbangan segala. Cinta itu ya cukup sama sama sayang.”
“Kamu gak akan ngerti”
“Gimana mau ngerti kamunya aja gak pernah jelasin..”
Intinya, sepanjang jalan dari rumah Olive menuju pesta Calista, terjadi perdebatan tentang teori cinta dari orang yang berbeda.
            Olive adalah mantan Joy, namun sampai sekarang keduanya sama-sama cinta tapi berbeda cara. Joy memilih secara blak-blakan, sedangkan Olive memilih diem-dieman. Joy selalu berharap kalau mereka bisa balikan tanpa perlu banyak pertimbangan dan alasan, sedangkan Olive, dia bersitegas kalau cinta itu tidak boleh sembarang, dia belajar dari pengalamannya putus kemarin, cinta harus dipikirkan secara matang, baru dilaksanakan.
            Suasana pesta cukup megah, namun tamu yang datang tidak begitu banyak, karena hanya teman dekat saja yang diundang.
            “Haiii Olive, kamu cantik sekali” Calista melambaikan tangnannya kepada Olive.
            “Kamu lebih cantik lagi” kemudian mereka berpelukan dan cipika cipiki.
            “Eh, Joy apa kabar? Lama gak ketemu ya? Kamu kelihatan kurusan”
            “Emang iya? Perasaan kamu aja kali Cal”
            “Iya mungkin hahaha, yaudah kalian lanjutin aja yaa.. aku mau ajak ngobrol tamu yang lain” kemudian dia pergi meninggalkan Olive dan Joy yang sednag ngobrol di meja tamu.
            “Kamu pernah nonton tv lalu tiba-tiba siarannya dipindahin sama orang lain gara-gara remotnya gak kamu jaga gak Joy? Kata Olive.
            “Emmmm.. pernah sih emang kenapa?”
            “Terus gampang gak buat mindahin ke acara yang kamu pengen lagi kalo remotnya gak kamu pegang”
            “Emmmm.. susah sih, terus?”
            “Kita itu mirip kayak gitu”
            “Maksudnya? Emang kamu mirip remot?”
            “Bukan.. bukan itunya, hati aku udah dipegang orang lain”
            “Lah? Selama ini kamu bohong kalau masih sayang?”
            “Enggak, aku sayang sama dua orang yang berbeda”
            “Kok bisa? Sayang itu gak mungkin buat dua orang yang sama”
            “Bisa kok, yang gak bisa itu kalau aku milikin dua duanya.”
            “Terus, dia yang jadi pilihan kamu?”
            “Iyaa, kamu yang sekarang terlalu jauh buat aku joy”
            “Jaraknya? Jadi lagi lagi jarak?”
            “Lebih dari itu Joy, dunia kita.”
            “Terus cowok yang kamu bilang kamu cinta juga, siapa?”
            “Bisa dibilang, kamu yang “baru”
            “Maksudnya?”
            “Semua peran kamu dengan sempurna dia gantikan Joy”
            “Kamu memilih dia yang selalu ada ketimbang aku yang….” Belum sempat menyelesaikan ucapannya, Olive memotong.
            “Joy, sekarang aku menganggapmu sebagai seseorang yang selalu aku idamkan, namun dalam khayalan. Untuk sekarang dan masa depan nanti, kamu itu maya, tak lagi nyata. Walaupun kamu yang selalu aku tunggu dan harapkan, namun waktu itu tak kunjung tiba, hingga akhirnya seseorang datang dengan membawa cinta yang selalu ada”
            “……” Joy terdiam
            “Cinta yang kuat, akan kalah oleh cinta yang datang dalam waktu yang tepat”
            “Kamu tahu apa yang pahit di dunia ini?”
            “Kejujuran?”
            “Bukan”
            “Dikhianati, dibohongi?”
            “Bukan”
            “Lalu apa?”
            “Omongan kamu malam hari ini” kemudian Joy pergi meninggalkan Olive. Olive terdiam, bukan karena dia sudah tidak menginginkan Joy kembali, tapi dia bingung apa yang harus dia lakukan. Joy merasa hatinya kali ini seperti remuk, bubuk dan tak berbentuk.
            Emosinya labil, walaupun tidak mabuk dan tidak memiliki skill mengemudi sebaik Lewis Hamilton, dia memacu kendaraanya dengan sangat kencang, tanpa sadar ada seorang yang menyebrang jalan.
TIIIIDDDDDDDDDD
Suara keras dari klakson mobilnya, penyebrang itu kemudian lari terbirit, Joy mencoba mengerem mobilnya, namun bannya selip, mobilnya tidak seimbang dan akhirnya menabrak tiang.
            Joy tertunduk di setir mobil, darah mengucur dari kepalanya yang mengalami benturan keras. Warga, atau lebih tepatnya orang yang nongkrong di pinggir jalan berlari mencoba menolong Joy, namun sayang. Nafasnya sudah hilang, hembusan terakhirnya mungkin ketika kepalanya terbentur dengan keras.
            “Ini dengan Olive?”
            “Iya betul, ini siapa ya?”
            “Saya Andre, teman mbak, Joy tabrakan di daerah persimpangan McD Dago”
            “……. Sebentar pak, saya menuju saja” gelisah dan sedih terlihat dari rautan wajah Olive.
            Tujuh menit kemudian, Olive datang di TKP. Tubuh Joy sudah tidak ada, yang ada hanya kerumunan orang dan mobil yang dipakai Joy.
            “Pak, teman saya mana?” dengan nada gelisah, panic dan sedih dia bertanya pada seorang bapak-bapak di kerumunan.
            “Yang tabrakan? Jenazahnya dibawa ke RS Hasan Sadikin mbak”
            “Jenazah? Maksdunya?”
            “Dia tewas mbak”
            Olive berlari sambil menutup mulutnya dan air mata mengalir deras dari matanya menuju mobil, lalu mengendarainya menuju RS Hasan Sadikin.
            Ayah dan Ibu Joy belum datang, hanya ada seorang laki-laki menggunakan jaket kulit sedang menunggu Joy.
            “Mbak, kakaknya?”
            “Bukan, saya temannya.. bapak siapa?”
            “Mbak Olive? Saya yang nelpon mbak tadi, syukurlah mbak datang, saya bisa pulang. Ayah ibu mas Joy ini sedang dalam perjalanan, katanya terjebak macet di daerah buah batu, saya permisi dulu ya mbak, mbak yang tabah.”
            “Iya pak, terimakasih, hati hati di jalan”
            “Oh iya mbak, ini hape mas Joy” kemudian dia memberikan handphone iphone 6 yang masih baru, tanpa gores dan lecet.
            Olive membuka file-file, dan sms yang ada di hape itu. Di gallerinya terdapat foto mereka berdua ketika masih berpacarannya. Ada sebuah playlist yang isinya lagu-lagu yang pernah mereka dengarkan bersama. Air mata tak kuasa turun lagi.
            “Liv, sekarang apa yang kamu mau terwujud. Selamanya aku bakal jadi khayalan kamu, sekarang aku gak lagi nyata, dunia kita bener bener berbeda, alam kita beda. Omongan aku tadi yang kamu potong, aku lanjutin sekarang yaa, “walaupun aku gak selalu ada, tapi nama kamu selalu aku sebut dalam doa” sekarang, aku yang gak ada, buat selamanya, bagian aku yang namanya kamu sebut dalam do’a, bukan lagi untuk selalu ada disamping kamu, tapi untuk masuk surga”
            Suara itu terdengar samar-samar oleh Olive.

            Entah darimana asalnya.