Jalanan
Bandung, tepatnya Dago terlihat lengang, hanya terlihat beberapa gerombolan
motor yang masih nongkrong di pinggir jalan. Wuuuussshhhh suara itu terdengar dari sebuah mobil yang di
kemudikan Joy dengan kencang.
“Anj*ng” dia memaki sambil memukul
setir.
Mengebut
mungkin salah satu cara laki laki menunjukan emosi. Ketika rasa amarah
mengendalikan diri, adrenalin bisa terpacu, mengemudi dengan kecepatan
100Km/Jam terasa begitu lamban.
Tiga jam yang lalu, Joy memilih baju
yang cocok untuk acara pesta ulang tahun Calista, teman SMAnya.
“Aku jemput kamu ya, kamu udah siap
kan?”
“Ini lagi dandan kok, sebentar”
Olive menjawab telepon Joy dengan menyelipkan handphone di leher dan pipi, lalu
menutupnya.
Di dunia ini sebenarnya ada berapa
hal yang seharusnya tidak mudah kamu percaya :
1. Lelaki
yang terlalu banyak janji.
2. Wanita
yang kalau bilang dandan sebentar.
Tiga
puluh menit kemudian, Joy yang sudah menunggu lama akhirnya melihat batang
hidung Olive.
“Sebentar
banget ya liv hehe” Joy dengan nada menyindir ke Olive.
“Hehehe”
Olive hanya tersenyum sambil menutup pintu mobil dari dalam, lalu duduk.
“Jadi
gimana, mau balikan gak?”
“Gimana
yaa”
“Emang
kalo masih saling sayang gak cukup ya buat balikan?”
“Enggak,
masih perlu banyak pertimbangan”
“Emangnya
kita lagi usaha dibidang marketing pake banyak pertimbangan segala. Cinta itu
ya cukup sama sama sayang.”
“Kamu
gak akan ngerti”
“Gimana
mau ngerti kamunya aja gak pernah jelasin..”
Intinya,
sepanjang jalan dari rumah Olive menuju pesta Calista, terjadi perdebatan
tentang teori cinta dari orang yang berbeda.
Olive adalah mantan Joy, namun
sampai sekarang keduanya sama-sama cinta tapi berbeda cara. Joy memilih secara
blak-blakan, sedangkan Olive memilih diem-dieman. Joy selalu berharap kalau
mereka bisa balikan tanpa perlu banyak pertimbangan dan alasan, sedangkan
Olive, dia bersitegas kalau cinta itu tidak boleh sembarang, dia belajar dari
pengalamannya putus kemarin, cinta harus dipikirkan secara matang, baru
dilaksanakan.
Suasana pesta cukup megah, namun
tamu yang datang tidak begitu banyak, karena hanya teman dekat saja yang
diundang.
“Haiii Olive, kamu cantik sekali”
Calista melambaikan tangnannya kepada Olive.
“Kamu lebih cantik lagi” kemudian
mereka berpelukan dan cipika cipiki.
“Eh, Joy apa kabar? Lama gak ketemu
ya? Kamu kelihatan kurusan”
“Emang iya? Perasaan kamu aja kali
Cal”
“Iya mungkin hahaha, yaudah kalian
lanjutin aja yaa.. aku mau ajak ngobrol tamu yang lain” kemudian dia pergi meninggalkan
Olive dan Joy yang sednag ngobrol di meja tamu.
“Kamu pernah nonton tv lalu
tiba-tiba siarannya dipindahin sama orang lain gara-gara remotnya gak kamu jaga
gak Joy? Kata Olive.
“Emmmm.. pernah sih emang kenapa?”
“Terus gampang gak buat mindahin ke
acara yang kamu pengen lagi kalo remotnya gak kamu pegang”
“Emmmm.. susah sih, terus?”
“Kita itu mirip kayak gitu”
“Maksudnya? Emang kamu mirip remot?”
“Bukan.. bukan itunya, hati aku udah
dipegang orang lain”
“Lah? Selama ini kamu bohong kalau
masih sayang?”
“Enggak, aku sayang sama dua orang
yang berbeda”
“Kok bisa? Sayang itu gak mungkin
buat dua orang yang sama”
“Bisa kok, yang gak bisa itu kalau
aku milikin dua duanya.”
“Terus, dia yang jadi pilihan kamu?”
“Iyaa, kamu yang sekarang terlalu
jauh buat aku joy”
“Jaraknya? Jadi lagi lagi jarak?”
“Lebih dari itu Joy, dunia kita.”
“Terus cowok yang kamu bilang kamu
cinta juga, siapa?”
“Bisa dibilang, kamu yang “baru””
“Maksudnya?”
“Semua peran kamu dengan sempurna
dia gantikan Joy”
“Kamu memilih dia yang selalu ada
ketimbang aku yang….” Belum sempat menyelesaikan ucapannya, Olive memotong.
“Joy, sekarang aku menganggapmu
sebagai seseorang yang selalu aku idamkan, namun dalam khayalan. Untuk sekarang
dan masa depan nanti, kamu itu maya, tak lagi nyata. Walaupun kamu yang selalu
aku tunggu dan harapkan, namun waktu itu tak kunjung tiba, hingga akhirnya
seseorang datang dengan membawa cinta yang selalu ada”
“……” Joy terdiam
“Cinta yang kuat, akan kalah oleh
cinta yang datang dalam waktu yang tepat”
“Kamu tahu apa yang pahit di dunia
ini?”
“Kejujuran?”
“Bukan”
“Dikhianati, dibohongi?”
“Bukan”
“Lalu apa?”
“Omongan kamu malam hari ini”
kemudian Joy pergi meninggalkan Olive. Olive terdiam, bukan karena dia sudah
tidak menginginkan Joy kembali, tapi dia bingung apa yang harus dia lakukan.
Joy merasa hatinya kali ini seperti remuk, bubuk dan tak berbentuk.
Emosinya labil, walaupun tidak mabuk
dan tidak memiliki skill mengemudi sebaik Lewis Hamilton, dia memacu
kendaraanya dengan sangat kencang, tanpa sadar ada seorang yang menyebrang
jalan.
TIIIIDDDDDDDDDD
Suara
keras dari klakson mobilnya, penyebrang itu kemudian lari terbirit, Joy mencoba
mengerem mobilnya, namun bannya selip, mobilnya tidak seimbang dan akhirnya
menabrak tiang.
Joy tertunduk di setir mobil, darah
mengucur dari kepalanya yang mengalami benturan keras. Warga, atau lebih
tepatnya orang yang nongkrong di pinggir jalan berlari mencoba menolong Joy,
namun sayang. Nafasnya sudah hilang, hembusan terakhirnya mungkin ketika
kepalanya terbentur dengan keras.
“Ini dengan Olive?”
“Iya betul, ini siapa ya?”
“Saya Andre, teman mbak, Joy
tabrakan di daerah persimpangan McD
Dago”
“……. Sebentar pak, saya menuju saja”
gelisah dan sedih terlihat dari rautan wajah Olive.
Tujuh menit kemudian, Olive datang
di TKP. Tubuh Joy sudah tidak ada, yang ada hanya kerumunan orang dan mobil
yang dipakai Joy.
“Pak, teman saya mana?” dengan nada
gelisah, panic dan sedih dia bertanya pada seorang bapak-bapak di kerumunan.
“Yang tabrakan? Jenazahnya dibawa ke
RS Hasan Sadikin mbak”
“Jenazah? Maksdunya?”
“Dia tewas mbak”
Olive berlari sambil menutup
mulutnya dan air mata mengalir deras dari matanya menuju mobil, lalu
mengendarainya menuju RS Hasan Sadikin.
Ayah dan Ibu Joy belum datang, hanya
ada seorang laki-laki menggunakan jaket kulit sedang menunggu Joy.
“Mbak, kakaknya?”
“Bukan, saya temannya.. bapak siapa?”
“Mbak Olive? Saya yang nelpon mbak
tadi, syukurlah mbak datang, saya bisa pulang. Ayah ibu mas Joy ini sedang
dalam perjalanan, katanya terjebak macet di daerah buah batu, saya permisi dulu
ya mbak, mbak yang tabah.”
“Iya pak, terimakasih, hati hati di
jalan”
“Oh iya mbak, ini hape mas Joy”
kemudian dia memberikan handphone iphone 6 yang masih baru, tanpa gores dan
lecet.
Olive membuka file-file, dan sms yang ada di hape itu. Di gallerinya terdapat foto mereka berdua ketika masih berpacarannya. Ada
sebuah playlist yang isinya lagu-lagu
yang pernah mereka dengarkan bersama. Air mata tak kuasa turun lagi.
“Liv,
sekarang apa yang kamu mau terwujud. Selamanya aku bakal jadi khayalan kamu,
sekarang aku gak lagi nyata, dunia kita bener bener berbeda, alam kita beda.
Omongan aku tadi yang kamu potong, aku lanjutin sekarang yaa, “walaupun aku gak
selalu ada, tapi nama kamu selalu aku sebut dalam doa” sekarang, aku yang gak
ada, buat selamanya, bagian aku yang namanya kamu sebut dalam do’a, bukan lagi
untuk selalu ada disamping kamu, tapi untuk masuk surga”
Suara itu terdengar samar-samar oleh
Olive.
Entah darimana asalnya.