5/17/2013

Sekolah Dambaanku


Sore hari ditemani kopi yang aku seruput sesekali, menikmati indahnya senja, membayangkan disana diri ini berdiri menatap bangunan kokoh nan tinggi dari sekolah yang  diinginkan dari dalam lubuk hati. Otak kanan mulai terangsang, dengan cepat saraf neuron membuat sketsa, sepersekian detik pula sekolah dambaanku ini terbayang jelas seolah-olah nyata di depan mata.

Tak akan ada jawaban tanpa pertanyaan, maka, aku bertanya pada diri sendiri "Seperti apa sekolah dambaan yang sebenarnya aku inginkan?" Pertanyaan yang muncul begitu sederhana, sesederhana sekolah yang aku inginkan, cukup dengan pertemanan siswa sebagaimana adanya, dipenuhi canda tawa bahagia yang selalu ada. Tak ada permusuhan antar teman, yang ada hanya persaingan sehat, sportifitas yang diutamakan. Perbedaan pendapat yang sesekali hadir menambah warna warni dalam proses pendewasaan di sekolah dambaan, menjadikannya sebuah pelajaran untuk menghadapi masa depan.
Fasilitas dan lingkungan tak perlu "wah", asal bisa mendidik siswa dan siswi untuk menjadi mandiri. Apalah arti dari fasilitas dan lingkungan yang "wah" tanpa ada kesadaran untuk bersama-sama menjaganya? apalah artinya megah tetapi selalu mengandalkan penjaga sekolah? Fasilitas yang cukup, tetapi dijaga bersama oleh siswa sendiri. Ditambah lingkungan asri, penuh dengan pohon rindang, bunga yang disirami oleh siswa dan siswi sekolah dambaan ini. Ah, membayangkannya saja sudah membuat hati menjadi iri.

Tak terasa, kopi yang aku teguk mulai menyisakan ampasnya, namun, ini tidak menghalangi untuk tetapi bermimpi tentang sekolah dambaan yang ingin aku masuki.

Lanjut dari khayalan tadi. Sekarang tentang guru yang menjadi orangtua di sekolah yang akan aku singgahi. Teringat tentang film 3 idiots, ceritanya begitu menginspirasi, penuh makna yang dapat kita nikmati. Garis besar yang sangat aku ingat adalah, guru bukan mendidik siswa untuk mengikuti apa yang telah ada, namun sebagai pendorong untuk berani berpikir menciptakan apa yang belum ada. Bukan hanya sebagai peniru masa lalu, namun mencetak dan mampu membuat terobosan-terobosan baru.
Umumnya dewasa ini, sadar atau tidak seolah-olah kita hanya peniru yang telah ada. Tugas sekolah dan Pekerjaan Rumah (PR) yang seharusnya menjadi ajang kreatifitas siswa, malah seringnya dijadikan tempat "penyalinan massal", bagaimana tidak, tugas-tugas maupun PR yang diberikan umumnya mirip dan sejenis dengan yang telah ada, makalah salah satunya. Siswa tinggal mencari di internet, dengan di edit beberapa kata, maka jadilah tugas yang guru minta. Di sekolah dambaanku, tugas dan PR akan lebih bervariasi, sebagai tempat untuk menyalurkan potensi yang ada di dalam diri.
Kembali berbicara tentang guru di sekolah dambaan. Sebaik-baiknya guru, adalah guru yang mampu berkomunikasi, mampu memanfaatkan potensi yang ada di dalam diri. Pernah melihat film I am not too stupid 2? ini juga termasuk film pendidikan yang aku sukai. Kutipan yang sangat berkesan untuk para pengajar adalah "Fokus pada bakat mereka, bukan pada kekurangannya. Dengan begitu kamu akan bisa berkomunikasi lebih baik bersama mereka". Coba kita lihat realita yang ada, ketika membagikan kertas hasil ujian, guru biasanya fokus memberikan pujian pada siswa yang mendapatkan nilai memuaskan, ini menjadikan ketimpangan dan "kasta" antar siswa. Kemampuan untuk berkomunikasi baik dengan siswa, merupakan syarat penting yang harus di miliki oleh guru di sekolah dambaanku ini.

Matahari mulai melambai-lambai, sinarnya mulai hilang ditelan bumi, menandakan semakin sore saja hari ini. Tak apalah, kesempatan untuk mencurahkan pikiran dan keinginan dalam bentuk mimpi mungkin hanya aku dapatkan sesekali, maka aku putuskan untuk melanjutkan mimpi ini lagi.

Ujian kelulusan beberapa tahun belakangan dan sekarang selalu saja menegangkan. Bagaimana tidak, 3 tahun belajar, namun, lulus atau tidak hanya ditentukan dengan 4 hari mengerjakan soal yang telah disediakan. Sudah saatnya, aspek yang dinilai untuk menentukan kelulusan bukan hanya kemampuan mengerjakan soal dan ujian, beberapa aspek perilaku, peningkatan kemampuan selama pembelajaran, dan penerapan nyata dari apa yang telah diajarkan masuk dalam penilaian kelulusan. Tentu saja sekolah idaman yang aku inginkan akan memperhatikan aspek-aspek tadi dalam penilaian ujian kelulusan.

Tak terasa adzan maghrib berkumandang, saatnya aku menutup apa yang dari tadi terbayang. Satu pesan dan harapan untuk masa depan pendidikan Indonesia; ketika kita menemukan hal baru, atau melawan dari kebiasaan masa lalu, bukan berarti kita salah dalam mencari ilmu. Misalkan dalam pembuatan proposal yang harus menggunakan bahasa baku, tapi suatu hari nanti bukan tidak mungkin, proposal menggunakan bahasa yang lebih komunikatif dan variatif, agar lebih menarik minat dari dari pembaca. So, jangan takut berlari meninggalkan masa lalu untuk menyongsong ilmu yang baru.

0 komentar:

Posting Komentar