3/01/2013

Ambigu Part II



Namaku Renata, 18 tahun. Murid pindahan dari Yogyakarta. Hidup memang sebuah pilihan yang membingungkan, termasuk pilihanku untuk pindah dari Yogyakarta ke Bandung. Sebenarnya ayah dan ibu menetap disana,aku hanya menumpang disini bersama paman dan tante. Faktor yang mendorong aku untuk pindah adalah banyaknya kenangan yang aku rasakan dengan seseorang yang disebut "mantan" mungkin ini alasan paling bodoh, tapi sebagian wanita mungkin pernah merasakan hal demikian. Tidak mudah bagiku melupakan orang yang dulu kuanggap jodoh yang diberikan Tuhan. Tidak mudah bagiku membuang apa yang sampai sekarang selalu aku kenang. Tidak mudah bagiku merelakan orang yang dulu selalu aku idam-idamkan, Ahh.. terlalu larut aku dalam sebuah kenangan.

Genap enam bulan aku hidup di Bandung, sesekali aku termenung mengingat dia yang pernah memberi bahagia sekaligus luka. Sebuah hadiah yang dulu kamu berikan terlihat rapi di samping ranjang yang aku gunakan, malah diam-diam aku masih menyimpan foto-foto saat kita masih saling mengindahkan, Spontan neuron-neuron dalam tubuh ini saling berkaitan, mengingatkan dulu yang pernah kita lakukan. Benar-benar membingungkan, sebuah alasan yang aku gunakan meninggalkan Yogyakarta malah aku bawa, malah semakin menggila aku dibuatnya. 

Mundur sekitar dua bulan ke belakang. Sesosok pria datang dalam hidup yang hampir aku buang, Yosua namanya, terdengar unik, sesuai dengan sifatnya yang menarik, mampu membuat bibir ini terusik dengan gerik yang cantik. Yaa. dia mampu membuatku tertawa, padahal belum satu minggu kita bertegur sapa, hanya dia sangat pandai memainkan kata, saat dia bercerita aku paling suka.

Singkat kata singkat cerita, Yosua mulai sering mengajak jalan, hanya berduaan. Aku rasa ini hanya sebatas perasaan biasa seorang teman, tak lebih dari demikian. Nyaman? ya, aku merasakan nyaman, nyaman dalam ikatan pertemanan, tak lebih. Banyak yang mengira kita pacaran, tak apalah aku anggap itu hanya celotehan biasa dari seorang biang gosip. Suatu ketika pernah dia memperlihatkan sebuah tulisan, indah sekali. Racikan kata yang puitis, dibumbui romantis, membuatku terhipnotis. Tampaknya jari-jari dia memang bisa menari dengan striptis yang menghasilkan manis.

Senja hari. Anak kecil berlari dengan wajah berseri, daun-daun terlihat menari diterpa angin sejuk yang datang sesekali. Sore ini aku diajak Yosua pergi ke taman. Seperti biasa, dia mulai bercerita dengan penuh suka cita lebih dari sekali, aku dibuatnya tertawa. Nyaman? Tentu nyaman, sebagai seorang teman dia memang tak bisa di duakan.

Hingga tiba-tiba cerita mu berhenti, sontak tawa yang tadi keluar dari bibir terbuka segera tertutup rapat. sangat rapat dari lem apapun yang pernah di dapat. Dia mulai berkata "kamu tau, segala hal yang kita rasakan lebih baik kita ungkapkan, walaupun itu menyenangkan atau menyakitkan" aku hanya mengangguk, tanda mengiyakan, dia melanjutkan "Aku sayang kamu" Samar-samar aku mendengar, mata tak percaya telinga seolah tak menerka, tak disangka kamu berkata cinta. Sejenak aku berpikir, dikejar waktu yang terus menunggu, hingga mulutku mulai bergerak ragu "Jo.. Aku juga sayang kamu" terlihat wajah tegang darinya mulai mencair, sedangkan aku? aku malah membeku, entah yang aku katakan memang sebuah kenyataan atau alasan menutup sebuah kekecewaan yang mungkin akan dirasakan seorang teman. "Apakah aku benar-benar menyayanginya?" pertanyaan yang selalu terbayang dalam benak. Seolah aku hanya kasihan pada seorang teman. Ya, hanya kasihan.

Bersambung Ambigu PART III << 

0 komentar:

Posting Komentar