2/20/2013


Kita semua tahu, manusia diciptakan tidak sendiri. Memiliki pasangan yang sudah ditetapkan sang Ilahi. Tapi apakah kita akan terus menunggu dengan beralasan pendapat itu? atau mencari, mengikuti keinginan hati? semua tergantung pilihan sendiri.

Tahukah kalian arti dari kata mencari? Keinginan hati untuk mengetahui apa yang akan terjadi. Aku rasa itu yang lebih baik ketimbang menunggu, yang membelenggu. Aku sendiri? Mencari!

Pernah merasakan, berhasil menemui orang yang kita cintai dengan mencari? Dunia terasa milik sendiri, rasa bahagia tak kunjung berhenti bak hujan deras membasahi bumi, urusan dia juga mencintai? itu urusan nanti. Terpenting aku merasa senang yang tak kunjung pergi. Aku sangat menikmati.

Musim boleh semi, tapi hati tetap berseri-seri. Dengan berani aku mulai menghubungi, dalam angan "dia yang akan menjadi pujaan hati" salah.. bukan dia tapi anda. Kurasa. Respon yang kamu berikan positif, mulai aku merasa pendekatan yang aku lakukan efektif.

Renata, namanya. Hanya lebih sering ku panggil dia rere, terdengar lebih dekat dan akrab. Begitupun dia, memanggil aku dengan seenaknya, walau begitu aku tetap suka. "Jo" panggilan yang dia ucapkan, padahal namaku Yosua, entah darimana dia mendapatkan panggilan seperti itu, tapi tak mengapa, aku selalu suka apapun darinya. lebih dari itu. Aku merasa Bahagia. Dengannya.

Dua minggu, tak terasa berlalu dengan cepatnya, Lebih cepat dari rekor pesawat jet yang pernah ada. Walau itu hanya perasaanku saja. Hingga aku lebih berani dalam berkomunikasi dengan Renata. Yang aku cintai. Malah hari ini, kita pulang bersama, dibumbui dengan penuh canda tawa. Kamu menyukai ketika aku mulai berpuisi, akupun demikian, menyukai ketika melihat senyum yang tulus dari hati. Sesekali kamu mencubit pinggangku, respon saat kita bergurau, aneh! aku malah tak mau lepas dari cubitanmu, untuk sekedar lebih lama bersamamu. Hari mulai senja, burung-burung kecil mencari induknya. Kamu pulang ke rumah, memandang kesini, tempat ku berdiri. Sesekali menebar senyum penyejuk hati. Ahh, rasa seperti ini, membuatku merasa mati suri, tubuh kaku, wajah malu, hati ingin memilikimu. Selalu.

Sampai dirumah, segera aku merebah, memanjakan tubuh yang lelah. Mengadah melihat langit-langit rumah. Indah!! Tergambar jelas. Senyum lepas membuat hati ini lepas landas, jauh ke galaksi atas. Walau hanya bayangan, kamu tampak nyata dalam pikiran, cukup membayangkan kamu, seakan-akan kita saling berhadapan. Mungkin terkesan berlebihan, tapi memang itu yang aku rasakan. Orang yang pernah/sedang jatuh cinta pasti memaklumkan.

"Renata. Apa kamu merasakan yang sedang aku pikirkan? Apa kamu memikirkan saat kita saling berhadapan? Apa kamu bisa mengartikan kode-kode dari apa yang aku lakukan? Atau Boleh aku jujur ketika kamu tak mampu menjawab pertanyaan yang aku tutur?. Aku merasa bulan tak memancarkan segemerlap dulu, aku telah melihat yang lebih gemerlap, ya. Senyum dan lesung pipimu. Aku menggombal? menggombal katamu? ketika aku berani berkata jujur, menahan malu demi menggapai keinginan. Memilikimu. Lebih dari itu, selalu bersamamu" Pesan ini hanya berakhir pada sebuah draft, pesan yang aku kirim hanya sebatas "Makasih yaa, kapan-kapan kita jalan bareng lagi. Jangan lupa makan sama mandi :)" Bukan sebuah tirai berani yang dihadapi. Hanya aku masih menanti, senja hari saat kita saling mengerti. Dengan sendiri.

"Pagi hari minggu, aku menyambutmu dengan semangat menggebu" dalam hati ini. Bukan tanpa alasan, dan bualan. Hari ini aku dan Renata jalan, dengan harapan, sebuah angan yang menjadi kenyataan. Kita menjadi pasangan. Padahal hanya 1 hari, sejak aku mengajakmu jalan. Tapi terasa lambat sekali, lebih lambat dari seekor kura-kura yang pernah ada. Satu hari terasa berhari-hari. Mungkin ini faktor akan bertemu Renata, yang aku cinta. Ah sudahlah, yang penting sekarang kita tidak dalam sebrang, satu jalan.

Jalan-jalan di taman memang berkesan, aku mengajakmu, dengan menggantungkan sebuah harapan. Pukul empat sore aku menjemputmu, sengaja aku tidak membawa kendaraan, lebih memilih jalan berduaan. Pandanganku tak mau lepas dari wajahmu, Ah malu aku ketika kamu menyadari itu, segera aku berpura-pura, membuang wajah ini, sejauh yang aku bisa. Namun kamu hanya tersenyum, senyum ambigu menurutku. Antara kamu malu dan menyukai ketika, aku melakukan itu.

Duduk di taman berduaan adalah kenyataan yang sekarang sedang aku dan Renata lakukan. Memecah sepi dengan senyuman sesekali, saat kamu menyukai candaan ini.Tapi itu hanya sesekali, saat ini aku memilih suasana sunyi, untuk mengucapkan yang kurasakan dalam hati. Gugup? pasti. dalam hati, aaku memilih nanti..nanti dan nanti, sampai akhirnya aku mulai berani. " kamu tau, segala hal yang kita rasakan lebih baik kita ungkapkan, walaupun itu menyenangkan atau menyakitkan?" dengan gugup aku berucap. Kamu hanya menjawab dengan anggukan, aku lanjutkan "Aku sayang kamu" hening.. hening sekali, suara orang sekitar tak terdengar. bukan tuli hanya memang terasa sunyi. "Re" aku mencoba menyadarkannya, dia terlihat heran dengan wajah memerah, seakan dia tak ingin berbicara, bingung dengan yang dia rasa. Mulutnya mulai bergerak dan keluarlah kalimat "Jo..."
Bersambung ke Ambigu (Part II)

Ambigu Part I


Kita semua tahu, manusia diciptakan tidak sendiri. Memiliki pasangan yang sudah ditetapkan sang Ilahi. Tapi apakah kita akan terus menunggu dengan beralasan pendapat itu? atau mencari, mengikuti keinginan hati? semua tergantung pilihan sendiri.

Tahukah kalian arti dari kata mencari? Keinginan hati untuk mengetahui apa yang akan terjadi. Aku rasa itu yang lebih baik ketimbang menunggu, yang membelenggu. Aku sendiri? Mencari!

Pernah merasakan, berhasil menemui orang yang kita cintai dengan mencari? Dunia terasa milik sendiri, rasa bahagia tak kunjung berhenti bak hujan deras membasahi bumi, urusan dia juga mencintai? itu urusan nanti. Terpenting aku merasa senang yang tak kunjung pergi. Aku sangat menikmati.

Musim boleh semi, tapi hati tetap berseri-seri. Dengan berani aku mulai menghubungi, dalam angan "dia yang akan menjadi pujaan hati" salah.. bukan dia tapi anda. Kurasa. Respon yang kamu berikan positif, mulai aku merasa pendekatan yang aku lakukan efektif.

Renata, namanya. Hanya lebih sering ku panggil dia rere, terdengar lebih dekat dan akrab. Begitupun dia, memanggil aku dengan seenaknya, walau begitu aku tetap suka. "Jo" panggilan yang dia ucapkan, padahal namaku Yosua, entah darimana dia mendapatkan panggilan seperti itu, tapi tak mengapa, aku selalu suka apapun darinya. lebih dari itu. Aku merasa Bahagia. Dengannya.

Dua minggu, tak terasa berlalu dengan cepatnya, Lebih cepat dari rekor pesawat jet yang pernah ada. Walau itu hanya perasaanku saja. Hingga aku lebih berani dalam berkomunikasi dengan Renata. Yang aku cintai. Malah hari ini, kita pulang bersama, dibumbui dengan penuh canda tawa. Kamu menyukai ketika aku mulai berpuisi, akupun demikian, menyukai ketika melihat senyum yang tulus dari hati. Sesekali kamu mencubit pinggangku, respon saat kita bergurau, aneh! aku malah tak mau lepas dari cubitanmu, untuk sekedar lebih lama bersamamu. Hari mulai senja, burung-burung kecil mencari induknya. Kamu pulang ke rumah, memandang kesini, tempat ku berdiri. Sesekali menebar senyum penyejuk hati. Ahh, rasa seperti ini, membuatku merasa mati suri, tubuh kaku, wajah malu, hati ingin memilikimu. Selalu.

Sampai dirumah, segera aku merebah, memanjakan tubuh yang lelah. Mengadah melihat langit-langit rumah. Indah!! Tergambar jelas. Senyum lepas membuat hati ini lepas landas, jauh ke galaksi atas. Walau hanya bayangan, kamu tampak nyata dalam pikiran, cukup membayangkan kamu, seakan-akan kita saling berhadapan. Mungkin terkesan berlebihan, tapi memang itu yang aku rasakan. Orang yang pernah/sedang jatuh cinta pasti memaklumkan.

"Renata. Apa kamu merasakan yang sedang aku pikirkan? Apa kamu memikirkan saat kita saling berhadapan? Apa kamu bisa mengartikan kode-kode dari apa yang aku lakukan? Atau Boleh aku jujur ketika kamu tak mampu menjawab pertanyaan yang aku tutur?. Aku merasa bulan tak memancarkan segemerlap dulu, aku telah melihat yang lebih gemerlap, ya. Senyum dan lesung pipimu. Aku menggombal? menggombal katamu? ketika aku berani berkata jujur, menahan malu demi menggapai keinginan. Memilikimu. Lebih dari itu, selalu bersamamu" Pesan ini hanya berakhir pada sebuah draft, pesan yang aku kirim hanya sebatas "Makasih yaa, kapan-kapan kita jalan bareng lagi. Jangan lupa makan sama mandi :)" Bukan sebuah tirai berani yang dihadapi. Hanya aku masih menanti, senja hari saat kita saling mengerti. Dengan sendiri.

"Pagi hari minggu, aku menyambutmu dengan semangat menggebu" dalam hati ini. Bukan tanpa alasan, dan bualan. Hari ini aku dan Renata jalan, dengan harapan, sebuah angan yang menjadi kenyataan. Kita menjadi pasangan. Padahal hanya 1 hari, sejak aku mengajakmu jalan. Tapi terasa lambat sekali, lebih lambat dari seekor kura-kura yang pernah ada. Satu hari terasa berhari-hari. Mungkin ini faktor akan bertemu Renata, yang aku cinta. Ah sudahlah, yang penting sekarang kita tidak dalam sebrang, satu jalan.

Jalan-jalan di taman memang berkesan, aku mengajakmu, dengan menggantungkan sebuah harapan. Pukul empat sore aku menjemputmu, sengaja aku tidak membawa kendaraan, lebih memilih jalan berduaan. Pandanganku tak mau lepas dari wajahmu, Ah malu aku ketika kamu menyadari itu, segera aku berpura-pura, membuang wajah ini, sejauh yang aku bisa. Namun kamu hanya tersenyum, senyum ambigu menurutku. Antara kamu malu dan menyukai ketika, aku melakukan itu.

Duduk di taman berduaan adalah kenyataan yang sekarang sedang aku dan Renata lakukan. Memecah sepi dengan senyuman sesekali, saat kamu menyukai candaan ini.Tapi itu hanya sesekali, saat ini aku memilih suasana sunyi, untuk mengucapkan yang kurasakan dalam hati. Gugup? pasti. dalam hati, aaku memilih nanti..nanti dan nanti, sampai akhirnya aku mulai berani. " kamu tau, segala hal yang kita rasakan lebih baik kita ungkapkan, walaupun itu menyenangkan atau menyakitkan?" dengan gugup aku berucap. Kamu hanya menjawab dengan anggukan, aku lanjutkan "Aku sayang kamu" hening.. hening sekali, suara orang sekitar tak terdengar. bukan tuli hanya memang terasa sunyi. "Re" aku mencoba menyadarkannya, dia terlihat heran dengan wajah memerah, seakan dia tak ingin berbicara, bingung dengan yang dia rasa. Mulutnya mulai bergerak dan keluarlah kalimat "Jo..."
Bersambung ke Ambigu (Part II)

2/17/2013


Ayah, Ibu terimakasih.
Memberi aku sebuah kasih, tanpa memilih. Ayah mengajarkan bagaimana menjadi seorang yang gagah, walau terkadang aku lebih sering terlihat lemah. Tapi tak apa. seolah itu semua bukan masalah bagi ayah yang tak kenal lelah. Ibu, malaikat yang diturunkan untuk menjagaku, berlebihan? tak apa. Itu yang kurasa. Suatu ketika aku terjatuh dan menangis, akibat kesalahanku yang lari saat hendak Ibu beri sesuap nasi. Aku marah, padahal sudah jelas aku yang salah. Tapi kasih ibu tak pernah kalah, hanya karena melihatku marah. Senyum selalu yang terpancar dari bibir Ibu, walau dibalik itu ada rasa pilu melihat sikapku yang tak mau menurutimu. Memang ibu seorang malaikat yang selalu menjagaku. Lebih dari itu, tak mau marah dihadapanku.

Ayah pintar sekali memberi sebuah pepatah. 
Apa yang ayah berikan, lebih dari ujaran, ungkapan, pernyataan. Melainkan panduan, dalam melakukan sebuah perbuatan. Namun terkadang aku meragukan apa yang ayah berikan, seenaknya aku bergumam "Ayah tidak mengerti" ataupun "zaman dulu dan zaman sekarang itu berbeda"  menggerutu dan meremehkan perkataan ayah, padahal itu berujung sebuah penyesalan.
Sampai aku guratkan tinta hitam pada secarik kertas hari ini, semakin ku dapati. Sebenarnya perbuatan ayah bersifat menguatkan. Kadang itu perkataan, bentakan, tatapan. Itu semua demi aku yang lemah, jauh dari kata gagah seperti ayah. Maafkanlah.



Ibu terkadang memilih bersandiwara.
Pintar sekali Ibu melakukan ini. Terlihat kenyang padahal merasa lapar, hanya demi aku. Orang yang sering menyusahkan. Ibu sering memilih merasa getir, daripada melihatku khawatir. Memiliki kepekaan tinggi terhadap hal yang tersirat walaupun tak tersurat, Ibu jutaan kali lebih hebat dari pacarmu dalam hal tersebut. Tanpa mengucap "aku lapar" ibu sudah menyiapkan makanan di meja makan, setiap pagi. Yang selalu aku ingat. Sebanyak samudera air mata yang tumpah dari kelopak mataku, sebanyak itu pula ibu mengusapnya. Sungguh. Selama apapun aku memilih mainan, selama itu pula ibu menunggu dengan sesekali melontarkan senyuman. 
Suatu malam gelap aku melihat, ibu masih memakai mukena dan memegang al qur'an, binar-binar matanya menusuk hatiku "ibu kenapa?" setengah mengantuk dan sedih, dengan suara perlahan. pelan sekali. "sebentar lagi kamu kuliah" hanya itu. Ibu tak kuasa lagi menahan beratnya tekanan. Dalam kelopak mata. Memelukku erat sambil menangis, di malam itu. Akupun ikut larut, tak kurasa satu persatu akhirnya menjadi beribu. Air jatuh yang mewakili rasa yang tak mampu berucap, jangankan berucap. Menatap pun tak mampu. Dekapan Ibu lebih kurang mewakilkan apa yang hendak dia ucapkan "sebentar lagi kamu kuliah, ayah dan ibu hanya berdua disini. kesepian demi kamu, yang siap menyongsong masa depan." arrgghhhh. IBUUUUUU.

Ayah, Ibu maafkan.
Sering aku mengabaikan apa yang seharusnya aku lakukan, melawan apa yang tak seharusnya kulakukan. Semuanya mengecewakan, Bagi kalian... Penyesalan. Itu yang jelas tergambar dalam benak pikiran. Maafkan. Aku cinta kalian, dengan segala kekurangan. Sekali lagi. Maafkan, aku dengan segala kekurangan.  Maafkan. Maafkan. Maafkan.

Surat Seorang Anak


Ayah, Ibu terimakasih.
Memberi aku sebuah kasih, tanpa memilih. Ayah mengajarkan bagaimana menjadi seorang yang gagah, walau terkadang aku lebih sering terlihat lemah. Tapi tak apa. seolah itu semua bukan masalah bagi ayah yang tak kenal lelah. Ibu, malaikat yang diturunkan untuk menjagaku, berlebihan? tak apa. Itu yang kurasa. Suatu ketika aku terjatuh dan menangis, akibat kesalahanku yang lari saat hendak Ibu beri sesuap nasi. Aku marah, padahal sudah jelas aku yang salah. Tapi kasih ibu tak pernah kalah, hanya karena melihatku marah. Senyum selalu yang terpancar dari bibir Ibu, walau dibalik itu ada rasa pilu melihat sikapku yang tak mau menurutimu. Memang ibu seorang malaikat yang selalu menjagaku. Lebih dari itu, tak mau marah dihadapanku.

Ayah pintar sekali memberi sebuah pepatah. 
Apa yang ayah berikan, lebih dari ujaran, ungkapan, pernyataan. Melainkan panduan, dalam melakukan sebuah perbuatan. Namun terkadang aku meragukan apa yang ayah berikan, seenaknya aku bergumam "Ayah tidak mengerti" ataupun "zaman dulu dan zaman sekarang itu berbeda"  menggerutu dan meremehkan perkataan ayah, padahal itu berujung sebuah penyesalan.
Sampai aku guratkan tinta hitam pada secarik kertas hari ini, semakin ku dapati. Sebenarnya perbuatan ayah bersifat menguatkan. Kadang itu perkataan, bentakan, tatapan. Itu semua demi aku yang lemah, jauh dari kata gagah seperti ayah. Maafkanlah.



Ibu terkadang memilih bersandiwara.
Pintar sekali Ibu melakukan ini. Terlihat kenyang padahal merasa lapar, hanya demi aku. Orang yang sering menyusahkan. Ibu sering memilih merasa getir, daripada melihatku khawatir. Memiliki kepekaan tinggi terhadap hal yang tersirat walaupun tak tersurat, Ibu jutaan kali lebih hebat dari pacarmu dalam hal tersebut. Tanpa mengucap "aku lapar" ibu sudah menyiapkan makanan di meja makan, setiap pagi. Yang selalu aku ingat. Sebanyak samudera air mata yang tumpah dari kelopak mataku, sebanyak itu pula ibu mengusapnya. Sungguh. Selama apapun aku memilih mainan, selama itu pula ibu menunggu dengan sesekali melontarkan senyuman. 
Suatu malam gelap aku melihat, ibu masih memakai mukena dan memegang al qur'an, binar-binar matanya menusuk hatiku "ibu kenapa?" setengah mengantuk dan sedih, dengan suara perlahan. pelan sekali. "sebentar lagi kamu kuliah" hanya itu. Ibu tak kuasa lagi menahan beratnya tekanan. Dalam kelopak mata. Memelukku erat sambil menangis, di malam itu. Akupun ikut larut, tak kurasa satu persatu akhirnya menjadi beribu. Air jatuh yang mewakili rasa yang tak mampu berucap, jangankan berucap. Menatap pun tak mampu. Dekapan Ibu lebih kurang mewakilkan apa yang hendak dia ucapkan "sebentar lagi kamu kuliah, ayah dan ibu hanya berdua disini. kesepian demi kamu, yang siap menyongsong masa depan." arrgghhhh. IBUUUUUU.

Ayah, Ibu maafkan.
Sering aku mengabaikan apa yang seharusnya aku lakukan, melawan apa yang tak seharusnya kulakukan. Semuanya mengecewakan, Bagi kalian... Penyesalan. Itu yang jelas tergambar dalam benak pikiran. Maafkan. Aku cinta kalian, dengan segala kekurangan. Sekali lagi. Maafkan, aku dengan segala kekurangan.  Maafkan. Maafkan. Maafkan.
This entry was posted in :


Tak ada yang lebih indah dari sebuah rasa cinta yang berakhir dengan bahagia. Tak ada yang lebih luar biasa dari sebuah nafsu yang terjaga. Tak ada yang lebih pahit dari sebuah ucapan perpisahan dari orang yang kita sayangi. Tak ada yang lebih menakutkan, rasa yang tak biasa masuk ke dalam jiwa tanpa diduga, padahal tak menginginkannya. orang menyebutnya. Cinta.

Awal dari hal yang tak biasa adalah bersikap biasa, selangkah menuju bercanda, berbagi tawa,  nyaman ketika bersama, tak perlu diucapkan lagi. Otomatis, rasa suka menyelinap dalam jiwa. Tanpa kureka, bayanganmu terlintas secara nyata. Indah memang kurasa, hanya aku tak ingin terlalu larut dalam keadaan seperti ini, tak ingin ku menodai hatiku. Lagi.

Sikapmu yang penuh perhatian, tulus tanpa memikirkan sebuah balasan, semakin membuatku candu. Ingin selalu bertemu denganmu. Tutur kata yang terjaga, seolah kamu memang orang yang bisa menjaga. Aku pikir menjaga diriku juga. Parasmu memang tak terlalu tampan, hanya enak dipandang dengan pakaian yang selalu  rapih. Walau begitu, kamu nampak sempurna dalam segala aspek penilaianku.

Seiring berjalannya waktu rasa ini tak kunjung pergi, malah semakin menjadi-jadi. Yang paling aku takuti, kita saling mencintai tanpa tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari. Selalu ada yang "disakiti" ketika dua insan saling "mencintai" dan aku tak ingin itu semua terjadi. Sesungguhnya itu menodai hati yang suci.

Arrgghh. Ingin rasanya sejenak aku membuang rasa ini. Mati. Biar saja kita tidak saling mengenal jika akhirnya ini semua menjadi aral. Aku harap apa yang dulu pernah kita mulai segera usai. Bila akhirnya terjadi konflik mendalam di dalam lubuk hati. Walaupun bersikeras aku mencoba, membuang jauh segala yang kurasakan, menguraikannya menjadi sebuah kenangan. Nihil yang kudapat.

Saat ini. Pilihanku adalah membatasi diri, interaksi maupun komunikasi dengan. Ya. Pujaan hati yang tak mau aku mengakuinya.Satu sisi berbisik. Aku tak rela melihatnya dengan orang lain, lebih kurang, aku ingin memilikinya. Sisi lain. Aku tak yakin, apa yang akan kita jalin merupakan yang terbaik, lebih kurang aku tak ingin mengecewakan. 

Sering aku membaca, jeritan tak langsung. Getir nya menutupi rasa sakit hati, dengan sebuah alibi "itu semua kulakukan demi cinta". Apakah semua orang yang merasakan jatuh cinta menggunakan alibi itu untuk menutupi perihnya hati? apakah cinta yang selama ini aku anggap sebagai tempat berbagi hanya perisai dari sakit hati yang sebenarnya terjadi? Arrggghhhh. 

Aku harus segera tersadar, rasa ini bila dipelihara akan menodai hati. Semoga aku bisa menerimanya. Dengan sepenuh hati, kuharap kamu mengerti, duhai pujaan hati di kemudian hari. Aku bermimpi.

Lebih dari Bingung -



Tak ada yang lebih indah dari sebuah rasa cinta yang berakhir dengan bahagia. Tak ada yang lebih luar biasa dari sebuah nafsu yang terjaga. Tak ada yang lebih pahit dari sebuah ucapan perpisahan dari orang yang kita sayangi. Tak ada yang lebih menakutkan, rasa yang tak biasa masuk ke dalam jiwa tanpa diduga, padahal tak menginginkannya. orang menyebutnya. Cinta.

Awal dari hal yang tak biasa adalah bersikap biasa, selangkah menuju bercanda, berbagi tawa,  nyaman ketika bersama, tak perlu diucapkan lagi. Otomatis, rasa suka menyelinap dalam jiwa. Tanpa kureka, bayanganmu terlintas secara nyata. Indah memang kurasa, hanya aku tak ingin terlalu larut dalam keadaan seperti ini, tak ingin ku menodai hatiku. Lagi.

Sikapmu yang penuh perhatian, tulus tanpa memikirkan sebuah balasan, semakin membuatku candu. Ingin selalu bertemu denganmu. Tutur kata yang terjaga, seolah kamu memang orang yang bisa menjaga. Aku pikir menjaga diriku juga. Parasmu memang tak terlalu tampan, hanya enak dipandang dengan pakaian yang selalu  rapih. Walau begitu, kamu nampak sempurna dalam segala aspek penilaianku.

Seiring berjalannya waktu rasa ini tak kunjung pergi, malah semakin menjadi-jadi. Yang paling aku takuti, kita saling mencintai tanpa tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari. Selalu ada yang "disakiti" ketika dua insan saling "mencintai" dan aku tak ingin itu semua terjadi. Sesungguhnya itu menodai hati yang suci.

Arrgghh. Ingin rasanya sejenak aku membuang rasa ini. Mati. Biar saja kita tidak saling mengenal jika akhirnya ini semua menjadi aral. Aku harap apa yang dulu pernah kita mulai segera usai. Bila akhirnya terjadi konflik mendalam di dalam lubuk hati. Walaupun bersikeras aku mencoba, membuang jauh segala yang kurasakan, menguraikannya menjadi sebuah kenangan. Nihil yang kudapat.

Saat ini. Pilihanku adalah membatasi diri, interaksi maupun komunikasi dengan. Ya. Pujaan hati yang tak mau aku mengakuinya.Satu sisi berbisik. Aku tak rela melihatnya dengan orang lain, lebih kurang, aku ingin memilikinya. Sisi lain. Aku tak yakin, apa yang akan kita jalin merupakan yang terbaik, lebih kurang aku tak ingin mengecewakan. 

Sering aku membaca, jeritan tak langsung. Getir nya menutupi rasa sakit hati, dengan sebuah alibi "itu semua kulakukan demi cinta". Apakah semua orang yang merasakan jatuh cinta menggunakan alibi itu untuk menutupi perihnya hati? apakah cinta yang selama ini aku anggap sebagai tempat berbagi hanya perisai dari sakit hati yang sebenarnya terjadi? Arrggghhhh. 

Aku harus segera tersadar, rasa ini bila dipelihara akan menodai hati. Semoga aku bisa menerimanya. Dengan sepenuh hati, kuharap kamu mengerti, duhai pujaan hati di kemudian hari. Aku bermimpi.
This entry was posted in :

2/16/2013


Bukan sebuah kebetulan, angin malam terkadang membuat kedinginan. Bukan sekedar tulisan, ketika kamu membaca sebuah sms dari orang yang kamu sayangi semua terasa menyenangkan. Dan bukanlah berlebihan, ketika kamu merasakan sebuah cinta, kamu mengharapkan sebuah balasan.

Semua orang merasa, jatuh cinta berjuta rasanya. Namun bagiku, jatuh cinta. Malu mengungkapkannya.

Semoga kamu tak memperhatikan, apa yang kulakukan secara diam-diam. Memendam perasaan. Cukup aku yang merasakan, indahnya sebuah senyuman dibalik kekecewaan, manisnya sebuah tawa dibalik sebuah luka. Semua kulakukan di hadapanmu seolah-olah itu nyata, padahal hanya sebuah pura-pura. Demi kamu yang kucinta.

Padamu. Sebenarnya aku menggantungkan sebuah harapan, selalu mengusahakan. Hanya tak berani meminta sebuah kepastian, arrgghhhh itu semua terlalu menyakitkan untuk sebuah kenyataan.


Aku menyukai hujan karena hujan merupakan waktu yang tepat untuk melamun. Melihat tetesan hujan yang terhalang kaca untuk masuk, teringat sebuah perasaan yang tak kunjung aku minta kepastian dari kamu. Orang yang ku impi-impikan. Ini semua memang terlihat sebuah fiksi, tapi memang inilah yang terjadi. Pada hati.

Pernah aku mengetik sms yang akan ku kirimkan padamu, namun tak juga aku kirim. Hanya tersimpan rapi dalam sebuah draft. Kalian boleh caci aku karena mengungkapkan sebuah perasaan pun tak berani, sekali lagi. Kalian tak akan mengerti, sulitnya menjadi diri ini.

Hingga akhirnya sampai saat ini, aku guratkan apa yang terjadi, dan yang kuyakini akan terjadi suatu hari nanti dalam tinta hatiku sendiri. Bukan hatimu, karena aku tak mampu.

"Jika kita memang jodoh, kita akan bertemu lagi" arggghhhh, sebenarnya kalimat itu tak ingin aku keluarkan. Kalimat bagi orang yang kalah, lelah. Dalam memperjuangkan seorang pujaan.


Halangan bernama "Malu Mengungkapkannya"


Bukan sebuah kebetulan, angin malam terkadang membuat kedinginan. Bukan sekedar tulisan, ketika kamu membaca sebuah sms dari orang yang kamu sayangi semua terasa menyenangkan. Dan bukanlah berlebihan, ketika kamu merasakan sebuah cinta, kamu mengharapkan sebuah balasan.

Semua orang merasa, jatuh cinta berjuta rasanya. Namun bagiku, jatuh cinta. Malu mengungkapkannya.

Semoga kamu tak memperhatikan, apa yang kulakukan secara diam-diam. Memendam perasaan. Cukup aku yang merasakan, indahnya sebuah senyuman dibalik kekecewaan, manisnya sebuah tawa dibalik sebuah luka. Semua kulakukan di hadapanmu seolah-olah itu nyata, padahal hanya sebuah pura-pura. Demi kamu yang kucinta.

Padamu. Sebenarnya aku menggantungkan sebuah harapan, selalu mengusahakan. Hanya tak berani meminta sebuah kepastian, arrgghhhh itu semua terlalu menyakitkan untuk sebuah kenyataan.


Aku menyukai hujan karena hujan merupakan waktu yang tepat untuk melamun. Melihat tetesan hujan yang terhalang kaca untuk masuk, teringat sebuah perasaan yang tak kunjung aku minta kepastian dari kamu. Orang yang ku impi-impikan. Ini semua memang terlihat sebuah fiksi, tapi memang inilah yang terjadi. Pada hati.

Pernah aku mengetik sms yang akan ku kirimkan padamu, namun tak juga aku kirim. Hanya tersimpan rapi dalam sebuah draft. Kalian boleh caci aku karena mengungkapkan sebuah perasaan pun tak berani, sekali lagi. Kalian tak akan mengerti, sulitnya menjadi diri ini.

Hingga akhirnya sampai saat ini, aku guratkan apa yang terjadi, dan yang kuyakini akan terjadi suatu hari nanti dalam tinta hatiku sendiri. Bukan hatimu, karena aku tak mampu.

"Jika kita memang jodoh, kita akan bertemu lagi" arggghhhh, sebenarnya kalimat itu tak ingin aku keluarkan. Kalimat bagi orang yang kalah, lelah. Dalam memperjuangkan seorang pujaan.


This entry was posted in :

2/15/2013

Aku teringat. Setiap malam terbayang wajahmu, senyum manis dari bibirmu. Padahal setiap kita bertemu, Selalu aku hanya mencuri kesempatan memandangimu, ketika kamu tidak melihat ke arahku. Ya, menjadi secret admirer (pemuja rahasia).

Aku merasa. Berada satu momen denganmu merupakan sebuah hal langka, yang mampu membuatku terbata-bata saat berkata. Ingin aku ucapkan kata, entah banyak atau sedikitnya, yang terpenting kita bisa berbicara dalam ruang dan waktu yang sama.

Aku mencari tahu. Kebiasaanmu, alamat rumahmu, makanan kesukaanmu, tempat nonkrongmu, teman laki-laki yang dekat denganmu, satu persatu aku tanyai itu kepada temanmu. Hingga aku berani meminta nomor teleponmu. Ya, langsung darimu.

Aku merasa senang. Tak terasa 1 bulan sejak aku dan kamu mulai sering berkomunikasi, via twitter, bbm, sms, telepon, dan tentu saja, saat aku dan kamu saling bertatap muka. Saking senangnya hati ini, dan seringnya kita berkomunikasi, yang pertama kali kulihat ketika bangun tidur adalah sms darimu.

Aku pura-pura. Benih cinta mulai tumbuh. Kurasa. Hanya aku memilih pura-pura tidak merasa. Aku tak mau apa yang kita bangun menjadi sia-sia hanya karena sebuah cinta, yang belum tentu membuat kita bahagia. Hingga aku merasa, semuanya semakin menjadi-jadi, membuatku hampir mati.

Aku memberanikan diri. Datang ke hadapanmu dengan berbagai kemungkinan dan bayangan yang menyeruak dalam hati. Aku abaikan, memberanikan diri untuk berkata "aku cinta padamu" 
"Maaf, aku sudah kembali dengan mantanku" jawaban yang kuterima bagai tamparan keras di wajah. Hati juga. Kurasa.

Aku tersadar dalam bayangan. Aku rindu padamu. Tak lebih dari itu, untuk bertemu denganmu aku tak mampu, apalagi ketika kamu berjalan dengan mantanmu.

Sebatas Rindu

Aku teringat. Setiap malam terbayang wajahmu, senyum manis dari bibirmu. Padahal setiap kita bertemu, Selalu aku hanya mencuri kesempatan memandangimu, ketika kamu tidak melihat ke arahku. Ya, menjadi secret admirer (pemuja rahasia).

Aku merasa. Berada satu momen denganmu merupakan sebuah hal langka, yang mampu membuatku terbata-bata saat berkata. Ingin aku ucapkan kata, entah banyak atau sedikitnya, yang terpenting kita bisa berbicara dalam ruang dan waktu yang sama.

Aku mencari tahu. Kebiasaanmu, alamat rumahmu, makanan kesukaanmu, tempat nonkrongmu, teman laki-laki yang dekat denganmu, satu persatu aku tanyai itu kepada temanmu. Hingga aku berani meminta nomor teleponmu. Ya, langsung darimu.

Aku merasa senang. Tak terasa 1 bulan sejak aku dan kamu mulai sering berkomunikasi, via twitter, bbm, sms, telepon, dan tentu saja, saat aku dan kamu saling bertatap muka. Saking senangnya hati ini, dan seringnya kita berkomunikasi, yang pertama kali kulihat ketika bangun tidur adalah sms darimu.

Aku pura-pura. Benih cinta mulai tumbuh. Kurasa. Hanya aku memilih pura-pura tidak merasa. Aku tak mau apa yang kita bangun menjadi sia-sia hanya karena sebuah cinta, yang belum tentu membuat kita bahagia. Hingga aku merasa, semuanya semakin menjadi-jadi, membuatku hampir mati.

Aku memberanikan diri. Datang ke hadapanmu dengan berbagai kemungkinan dan bayangan yang menyeruak dalam hati. Aku abaikan, memberanikan diri untuk berkata "aku cinta padamu" 
"Maaf, aku sudah kembali dengan mantanku" jawaban yang kuterima bagai tamparan keras di wajah. Hati juga. Kurasa.

Aku tersadar dalam bayangan. Aku rindu padamu. Tak lebih dari itu, untuk bertemu denganmu aku tak mampu, apalagi ketika kamu berjalan dengan mantanmu.

This entry was posted in :
Yaaahh. ini sebenarnya bukan awal, tapi kali kedua gue punya blog, tapi itu duluuuuuu banget sampe gue lupa entah kapan adanya.

Pada kesempatan pertama menulis blog ini (yaelah formal banget kek acara nikahan) gue mau bercerita dikit, kenapa kasih judul ini blog "Riza dan kehidupan fiksinya".. sebenernya, hidup ini, menurut pandangan gue kek layar sandiwara, kadang ada yang ngomong cinta padahal engga, ada yang ngomong suka padahal engga, ada yang ngomong muda padahal seorang bapak tua (ini gada maksud menyindir para pembaca cowok), bener kan? pasti yang baca ini juga salah satu yang pernah ngerasain sebuah "sandiwara" dalam kehidupannya.

Yang namanya jujur.. iya jujur udah seperti hal yang sangat rahasia dan berbentuk kode-kode tertentu nan aneh. Biasanya adalah cewek, yang mampu membuat kode rumit dan harus dipecahkan oleh laki-laki. Bisa disebut ini sebuah kemajuan negara untuk mengatasi jumlah pengangguran yang mulai menjamur, karena mungkin.. iyaa. mungkin suatu hari nanti bakal ada toko "jasa pemecahan kode cewek" ataupun "joki mendapatkan cewek" yang mampu mengurangi jumlah pengangguran.

Percaya kan cewek itu sering memberikan kode yang rumit? gue kasih contoh ya, tapi kalau ada yang ngerasa mohon maaf.. Malem-malem gue pernah merasakan sulitnya memecahkan kode cewek, ceritanya cewek gue lagi marah, pas gue tanya "kamu kenapa?" dia jawab "gpp" gue tanya lagi "kok kayak jutek gitu?" "gpp kok beneran :))"(nah smile :)) berasa banget fiksinya) "yaudah kalau gitu aku tidur duluan ya, capek banget" pas gue mau tidur tiba-tiba muncul sms "kamu bisa tidur, sedangkan aku lagi marah?" "katanya gapapa?" "kamu gapernah peka, gapernah ngertiin aku" Kalo keadaan kek gini tuh pengen banget rasanya liburan ke Paris 5 tahunn (yaiyalah siapa yang gamau ke Paris, semua orang juga pengen).. gue bingung antara ngantuk sama ngebenerin masalah cewek, yang gajelas asal-usulnya.. pasti pembaca getek pengen ngomen "tinggal nanya dong, supaya tau masalahnya" benerkan? tapi.. itu hal yang malahan nambah bingung, soalnya pas cewek ditanya apa masalahnya, cewek malah menjadi-jadi bukannya ngasih kepastian, biasanya mereka malah ngomong "pikir aja sendiri" atau "kamu emang gak pernah sadar" Aaakkkhh, sejenak gue kepikiran apa kata Raditya dika, kalau udah kek gini pengen rasanya mati, terus hidup lagi pas udah punya istri cantik, hidup mapan (yaelah ini semacam doa juga ya).

Karena itu gue ambil judul blog ini ada sangkut pautnya sama "fiksi", menurut bahasa gue "perasaan dan makna yang tersembunyi".

About fiksi

Yaaahh. ini sebenarnya bukan awal, tapi kali kedua gue punya blog, tapi itu duluuuuuu banget sampe gue lupa entah kapan adanya.

Pada kesempatan pertama menulis blog ini (yaelah formal banget kek acara nikahan) gue mau bercerita dikit, kenapa kasih judul ini blog "Riza dan kehidupan fiksinya".. sebenernya, hidup ini, menurut pandangan gue kek layar sandiwara, kadang ada yang ngomong cinta padahal engga, ada yang ngomong suka padahal engga, ada yang ngomong muda padahal seorang bapak tua (ini gada maksud menyindir para pembaca cowok), bener kan? pasti yang baca ini juga salah satu yang pernah ngerasain sebuah "sandiwara" dalam kehidupannya.

Yang namanya jujur.. iya jujur udah seperti hal yang sangat rahasia dan berbentuk kode-kode tertentu nan aneh. Biasanya adalah cewek, yang mampu membuat kode rumit dan harus dipecahkan oleh laki-laki. Bisa disebut ini sebuah kemajuan negara untuk mengatasi jumlah pengangguran yang mulai menjamur, karena mungkin.. iyaa. mungkin suatu hari nanti bakal ada toko "jasa pemecahan kode cewek" ataupun "joki mendapatkan cewek" yang mampu mengurangi jumlah pengangguran.

Percaya kan cewek itu sering memberikan kode yang rumit? gue kasih contoh ya, tapi kalau ada yang ngerasa mohon maaf.. Malem-malem gue pernah merasakan sulitnya memecahkan kode cewek, ceritanya cewek gue lagi marah, pas gue tanya "kamu kenapa?" dia jawab "gpp" gue tanya lagi "kok kayak jutek gitu?" "gpp kok beneran :))"(nah smile :)) berasa banget fiksinya) "yaudah kalau gitu aku tidur duluan ya, capek banget" pas gue mau tidur tiba-tiba muncul sms "kamu bisa tidur, sedangkan aku lagi marah?" "katanya gapapa?" "kamu gapernah peka, gapernah ngertiin aku" Kalo keadaan kek gini tuh pengen banget rasanya liburan ke Paris 5 tahunn (yaiyalah siapa yang gamau ke Paris, semua orang juga pengen).. gue bingung antara ngantuk sama ngebenerin masalah cewek, yang gajelas asal-usulnya.. pasti pembaca getek pengen ngomen "tinggal nanya dong, supaya tau masalahnya" benerkan? tapi.. itu hal yang malahan nambah bingung, soalnya pas cewek ditanya apa masalahnya, cewek malah menjadi-jadi bukannya ngasih kepastian, biasanya mereka malah ngomong "pikir aja sendiri" atau "kamu emang gak pernah sadar" Aaakkkhh, sejenak gue kepikiran apa kata Raditya dika, kalau udah kek gini pengen rasanya mati, terus hidup lagi pas udah punya istri cantik, hidup mapan (yaelah ini semacam doa juga ya).

Karena itu gue ambil judul blog ini ada sangkut pautnya sama "fiksi", menurut bahasa gue "perasaan dan makna yang tersembunyi".